Catatan Prasetyo Abu Kaab

19 Juni 2014

Pembatal-pembatal Puasa, beserta Konsekuensi dan Syarat-syaratnya

Apa saja pembatal puasa itu?

Pembatal pertama dan kedua adalah makan dan minum.
Pembatal-pembatal puasa yang disebutkan dalam al-Qur'an ada tiga macam, yaitu: makan, minum, dan jima' (bersetubuh). Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala yang artinya, ”Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” [QS. al-Baqarah : 187]
Penyebutan makan dan minum di sini terlepas dari kategori halal maupun haram, memberikan manfaat maupun madharat, sedikit maupun banyak, semuanya tetap membatalkan puasa. Oleh karena itu, menghisap rokok juga membatalkan puasa, di samping tetap mengandung madharat dan diharamkan. Para ulama sampai menyatakan, ”Sekiranya seseorang hanya minum setetes embun, maka puasanya batal.” Padahal, setetes embun itu tidak akan mendatangkan manfaat bagi badan. Sekalipun demikian, ia tetap dikategorikan sebagai pembatal puasa.

Pembatal ketiga adalah jima'.
Jima' (bersetubuh) merupakan pembatal puasa yang paling berat. Hal itu dikarenakan seseorang yang melanggarnya (berbuka puasa dengan jima'), wajib membayar kafarat. Kafarat tersebut berupa membebaskan budak (jika dia mampu). Jika ia tidak mampu, maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika masih tidak mampu, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin.

Pembatal keempat adalah mengeluarkan mani dengan sengaja (onani, masturbasi).
Jika seseorang mengeluarkan maninya dengan sengaja, maka batallah puasanya. Namun, ia tidak dikenai kafarat, karena kafarat hanya khusus bagi jima'.
Pembatal kelima adalah suntikan yang berfungsi sebagai pengganti makan dan minum.
Pembatal keenam adalah muntah dengan sengaja.
Pembatal ketujuh adalah keluarnya darah haid atau nifas.
Jika seorang wanita mengeluarkan darah haid atau nifas, maka batallah puasanya, meskipun keluarnya hanya sesaat sebelum terbenamnya matahari. Namun, kalau keluarnya darah tadi setelah terbenamnya matahari, meskipun hanya sekejap saja, maka puasanya tetap sah.

Konsekuensi terhadap Puasanya

Pembatal-pembatal tersebut jika terjadi di siang hari bulan Ramadhan, maka pelakunya harus tetap melakukan puasa, di samping ia akan terkena empat perkara, yakni: (1) dosa, (2) rusak atau batal puasanya, (3) wajib meneruskan puasanya pada hari tersebut, dan (4) wajib menggantinya di hari lain.
Adapun jika pembatalnya karena berjima', maka ditambah lagi perkara yang kelima, yakni kafarat (membayar denda).

Syarat-syarat Pembatal Puasa

Meski demikian, hendaknya kita mengetahui bahwa pembatal-pembatal puasa tersebut hanya akan merusak puasa jika telah memenuhi tiga syarat, yakni : tahu (al-'ilm), ingat (adz-dzikr), dan kehendak (al-iradah). Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menghilangkan dari umatku dosa karena keliru, lupa, atau dipaksa.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Albani)

Sumber : 48 Sualan fish shiyam oleh syaikh Utsaimin, dengan beberapa perubahan

0 komentar:

Posting Komentar